Tulisan ini dibuat bukan untuk memperkeruh situasi, bahkan sebaliknya ingin menempatkan permasalahan pada tempatnya. Demikian pula tulisan ini tidak menyinggung masalah halal atau haramnya MSG (monosodium glutamate), karena pihak Majelis Ulama Indonesialah yang berwenang untuk itu. Yang akan dikemukakan adalah mengenai keamanan MSG bagi tubuh karena masih adaya kontroversi mengenai hal ini.
Tentu saja tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memihak kepada kepentingan siapa pun karena yang akan dikemukakan adalah kesimpulan hasil-hasil penelitian dari lembaga-lembaga yang sangat berkompeten mengenai status MSG sebagai salah satu bahan tambahan pangan (food additive), yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat.
Apakah MSG?
MSG adalah garam natrium (sodium) dari asam glutamat (salah satu asam amino non esensial penyusun protein). MSG dijual sebagai kristal halus berwarna putih dan penampakannya mirip gula pasir atau garam dapur. MSG tidak mempunyai rasa, tetapi mempunyai fungsi sebagai penegas cita rasa (flavor enhancer) makanan. Sebagian besar peneliti meyakini bahwa MSG menstimulasi reseptor glutamat yang terdapat pada lidah untuk menegaskan cita rasa daging (meat like flavor). Akan tetapi yang berperan dalam hal itu adalah glutamat dalam bentuk bebas (asam glutamat), bukan sebagai garam natrium (MSG).
Dahulu orang-orang di Asia menggunakan kaldu rumput laut untuk memperoleh efek penegas cita rasa MSG. Akan tetapi, sekarang MSG diperoleh secara proses fermentasi dari bahan dasar pati, gula (bit atau tebu) atau molasses (tetes). Glutamat terdapat secara alami di dalam tubuh kita dan juga terdapat di dalam bahan pangan atau makanan yang mengandung protein seperti susu, keju, daging, kacang-kacangan, dan jamur.
Dalam usus, MSG dicerna menjadi asam glutamat bebas, sedangkan natrium akan bereaksi dengan klorida membentuk garam (NaCl). Selanjutnya asam glutamat diserap oleh usus dan dimetabolisme di dalam tubuh seperti halnya asam amino lainnya yang berasal dari protein makanan. Di dalam tubuh glutamat mempunyai peranan penting untuk berfungsinya sistem syaraf secara normal.
Regulasi Penggunaan MSG
Seperti telah disebutkan di atas, MSG merupakan salah satu bahan tambahan pangan (BTP). Di Indonesia regulasi mengenai penggunaan bahan tambahan pangan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM), Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
Peraturan tentang penggunaan BTP yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (cq Peraturan Menteri Kesehatan), mengacu pada peraturan-peraturan yang bersifat internasional seperti yang dikeluarkan oleh WHO (World Health Organization), Codex Alimentarius dari FAO (Food and Agriculture Organization) dan juga dari US-FDA (United States, Food and Drug Administration) serta peraturan-peraturan tentang BTP dari negar-negara lain di Eropa, Kanada, Australia dan lain-lain. US-FDA dikenal sebagai badan pengawasan obat dan makanan yang sangat keras dalam hal pelaksanaan peraturannya, sehingga peraturannya banyak ditiru oleh negara-negara lain termasuk
Berikut ini adalah ulasan ilmiah (scientific review) tentang MSG dari US-FDA, American Medical Association (AMA), Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB), European Communities (EC) Scientific Committee for Food, serta dari Joint Experts Committee on Food Additives (JECFA)-FAO dan dari WHO, Status Keamanan MSG.
Pada tahun 1959, US-FDA mengklasifikasikan MSG sebagai senyawa yang tergolong GRAS (generally recognized as safe), sama halnya seperti ingredient pangan yang umum digunakan misalnya garam dapur, cuka, dan baking powder. Hal ini berdasarkan sejarah penggunaan MSG selama sekian waktu sebelumnya yang menunjukkan bahwa MSG yang dikonsumsi dalam jumlah yang wajar tidak memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, dengan kata lain aman untuk dikonsumsi.
Sejak tahun 1970, US-FDA mensponsori penelitian mengenai kemanan MSG, senyawa glutamat lain dan protein hidrolisat untuk meneliti ulang tentang status MSG yang dinyatakan sebagi senyawa GRAS. Pada tahun 1986, Advisory Committee on Hypersentivity to Food Constituents dari US-FDA menyimpulkan bahwa MSG tidak menunjukkan pengaruh merugikan bagi kesehatan masyarakat, tetapi reaksi dalam waktu singkat dapat terjadi pada beberapa orang tertentu. Pada tahun 1987, JECFA-FAO dan WHO menempatkan MSG dalam kategori ingredient pangan yang paling aman (the safest category of food ingredients).
Laporan dari EC Scientific Committee for Foods, pada tahun 1991, memperkuat pernyataan tentang keamanan MSG dan mengklasifikasikan acceptable daily intake (ADI) MSG sebagai not specified. Istilah not specified untuk ADI Menunjukkan bahwa MSG sebagai ingredient pangan benar-benar aman bagi tubuh (the most favorable disignation for a food ingredient). Sebagai tambahan, EC Committee menyebutkan bahwa anak-anak kecil (infants) juga dapat memetabolisasi glutamat seefisien orang dewasa.
Laporan dari the Council on Scientific Affairs of the American Medical Association pada tahun 1992, menyebutkan bahwa glutamat dalam bentuk bebas atau dalam bentuk garam (MSG) tidak memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan (has not been shown to be a “significant health hazard”).
Laporan dari the Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) pada tahun 1995 antara lain menyebutkan bahwa pertama, sejumlah orang tertentu (an unknown percentage of the population) dapat bereaksi terhadap MSG dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala, mual-mual, dan jantung berdebar. Akan tetapi gejala tersebut terutama terjadi pada orang yang mengkonsumsi MSG dalam jumlah banyak (3 g atau lebih) dengan kondisi perut kosong (tanpa disertai makanan lain). Untuk diketahui, normalnya satu sajian makanan diberi tambahan MSG kurang dari 0,5 g; dan kedua, MSG tidak terbukti berkontribusi pada timbulnya penyakit alzheimer dan penyakit kronis lainnya.
Walaupun terdapat beberapa hasil penelitian menggunakan hewan percobaan, baik di Indonesia maupun di luar negeri yang menunjukkan pengaruh negatif dari MSG bagi hewan tersebut namun data di atas menunjukkan bahwa berbagai lembaga yang sangat kompeten baik di Amerika Serikat maupun di Eropa, dan bahkan badan-badan dunia seperti FAO dan WHO, mengklasifikasikan MSG sebagai bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi.
No comments:
Post a Comment