10 June 2008

Mungkinkah Makanan Dan Minuman

Pada waktu ini seringkali terlihat pada label-label makanan kalengan atau minuman dalam karton kalimat “tanpa bahan pengawet”. Pihak produsen sengaja mencantumkan hal itu, karena umumnya konsumen sangat awam terhadap apa itu bahan pengawet dan selalu mengasosiasikan sebagai bahan yang beracun, sehingga cara ini akan memperlancar penjualan produknya.

Akan tetapi ada pula segolongan konsumen yang tidak percaya akan kebenaran tulisan dalam label tersebut. Mereka berpikir jangan-jangan ini hanya merupakan akal produsen supaya produknya lebih laku, padahal didalamnya tetap mengandung bahan pengawet.

Terlepas dari benar tidaknya kalimat yang terdapat dalam label makanan/minuman tersebut, tulisan ini akan menjawab pertanyaan tersebut dalam judul diatas.

Pengawetan Dengan Panas

Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai macam cara : pendinginan/pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman, pemanasan (pasteurisasi, sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet kimia. Semua cara tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk menhancurkan atau mengahmbat pertumbuhan mikroba pembusuk. Dalam hal makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara pengawetan yang dilakukan adalah dengan proses pemanasan (sterilisasi).

Pengertian sterilisasi disini harus dibedakan dengan istilah steril dalam bidang medis (yaitu bebas kuman), sehingga sering disebut dengan istilah sterilisasi komersial. Dalam proses sterilisasi komersial tersebut, bahan pangan dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu, sehingga semua mikroba patogen dan pembusuk dapat dihancurkan. Di dalam makanan kalengan atau minuman dalam karton yang diproses dengan baik dan benar tidak akan terdapat lagi mikroba yang membahayakan kesehatan konsumen, meskipun di dalamnya masih terdapat beberapa jenis mikroba yang tahan panas.

Umumnya makanan kaleng disterilkan dengan cara konvensional sebagai berikut : bahan pangan yang telah bersih dimasukkan ke dalam kaleng, kemudian ditambahkan medium cair (sirop, larutan garam, kaldu atau saus); setelah dipanaskan sebentar kemudian kalengnya ditutup rapat. Selanjutnya dipanaskan pada suhu tinggi di dalam autoclave atau retort selama waktu tertentu, lalu segera didinginkan dalam air dingin, dikeringkan, dan akhirnya diberi label.

Sedangkan minuman dalam karton disterilkan dengan cara yang disebut sebagai aseptic canning. Berbeda dengan cara konvensional di atas, dalam proses aseptik ini wadah (karton) dan minuman masing-masing disterilkan (dipanaskan) secara terpisah, kemudian dalam suatu ruangan yang steril minuman tadi dimasukkan kedalam karton dan ditutup rapat. Cara aseptik ini seringkali disebut juga sebagai proses UHT (ultra high temperature), karena minuman dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi selama beberapa detik.

Penutupan kaleng atau karton tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk (menembus) ke dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.

Pada industri pengolah yang baik, makanan kaleng atau minuman dalam karton tidak akan dilemparkan ke pasaran sebelum dilakukan pengamatan apakah proses sterilisasinya baik atau tidak. Hal ini dilakukan dengan cara menyimpan produk selama dua minggu, dan selama itu dilakukan pengamatan apakah terdapat produk yang rusak/busuk atau tidak.

Bahan Pengawet

Proses sterilisasi yag dilakukan terhadap makanan kaleng atau minuman dalam karton sudah cukup menghasilkan untuk menghasilkan produk yang awet atau tahan lama disimpan tanpa mengalami pembusukan. Sehingga tidak alasan untuk menambahkan bahan pengawet ke dalamnya. Apabila ada industri pengolah yang menambahkan bahan pengawet, hal ini berarti pihak industri tersebut kurang memahami makna proses sterilisasi.

Dalam beberapa hal atau untuk produk tertentu, biasa juga dilakukan penambahan bahan pengawet. Sebagai contoh, asam sitrat seringkali ditambahakan ke dalam minuman atau buah/sayuran dalam kaleng. Hal ini dilakukan selain untuk menambah citarasa, juga untuk meningkatkan keasaman produk agar daya tahan mikroba terhadap panas menjadi rendah, sehingga proses sterilisasi dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah atau waktu yang lebih singkat. Hal ini penting agar mutu produk tetap terjaga (tidak over cooking). Asam sitrat tergolong aditif makanan yang aman untuk di konsumsi (oleh FDA digolongkan sebagai GRAS = generally recognized as cafe).

Selain itu, untuk produk olahan daging atau ikan biasa juga ditambahkan garam nitrat/nitrit (terutama produk olahan daging yang diinginkan warnanya kemerahan, misalnya corned beef = korned). Penambahan nitrat/nitrit ini selain untuk “memerahkan” produk daging, juga ditujukan untuk menghancurkan salah satu bakteri tahan panas yang dapat memproduksi racun, yaitu Clostridium botulinum. Selama dosis nitrat /nitrit yang digunakan memenuhi peraturan yang berlaku (untuk Indonesia : Peraturan Menteri Kesehatan), tidak usah ada kekhawatiran bahan pengawet tersebut akan meracuni tubuh.

Dari uraian tersebut terjawablah pertanyaan di atas yaitu, makanan kamleng atau minuman dalam karton tidsk mengandung bahan pengawet merupakan hal yang cukup wajar, karena proses pengawetannya tidak dilakukan oleh bahan pengawet kimia tetapi oleh proses sterilisasi (menggunakan pemanasan).

Hanya dalam produk tertentu (hasil olahan daging) biasa ditambahkan garam nitrat/nitrit. Asam sitrat seringkali juga ditambahkan ke dalam minuman dan sayuran/buah dalam karton/kaleng, tetapi segi keamanannya bagi tubuh cukup terjamin. ****

No comments: