10 June 2008

Bahan Tambahan Kimiawi dalam Makanan

Aditif makanan (food additives) atau dikenal dengan istilah lain: bahan tambahan makanan, bahan tambahan kimia untuk makanan atau bahan tambahan kimiawi, mulai hangat lagi dibicarakan dalam seminar-seminar yang kemudian dilansir oleh media massa. Patut disayangkan, yang menonjol dalam berita-berita di surat kabar hanya segi negatifnya saja: keracunan, timbulnya penyakit, kanker, dan sebagainya, hingga orang awam akan menyimpulkan betapa merugikannya bahan-bahan tersebut, dan tanpa diskriminasi akan menganggap bahwa semua bahan kimia yang ditambahkan ke dalam makanan adalah berbahaya (beracun).

Sesungguhnya yang menjadi masalah dalam penggunaan aditif makanan di Indonesia sehingga timbulnya kasus-kasus seperti di atas, adalah terutama karena penggunaan bahan-bahan kimia yang tidak semestinya. Sebagai contoh: penggunaan pewarna tekstil untuk makanan, penggunaan bahan kimia bukan aditif makanan sebagai pengawet, contohnya formalin, borax, terusi dan sebagainya. Kita belum mengetahui dengan pasti, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah tersebut.

Beberapa hal yang dapat dikemukakan antara lain: (1) ketidaktahuan produsen makanan, (2) kurang ketatnya pengawasan, (3) harga aditif makanan yang relatif masih mahal; karena kalau kita kaji lebih mendalam, kasus-kasus semacam di atas timbul dari produk-produk industri kecil (rumah tangga).

Untuk lebih mengenal tentang apa dan bagaimana aditif makanan, dalam tulisan ini akan dibahas peran positifnya dalam industri pangan. Dengan demikian diharapkan tidak akan terjadi kebingungan pihak awam mengenai aditif makanan.

Keinginan konsumen

Sesungguhnya penggunaan aditif makanan dalam industri pangan didasarkan atas kebutuhan dan keinginan konsumen. Apa yang dikonsumsi seseorang lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor budaya, psikologi dan nilai sosialnya daripada karena faktor gizi dan kesehatan. Salah satu fungsi dan tanggung jawab pihak industri pangan adalah memasak makanan yang sehat dan memenuhi faktor etnis, dan memproduksi makanan yang secara visual dan organoleptik menarik perhatian konsumen.

Meski kita berpegang pada prinsip makan dan minum untuk hidup, tetapi tidak dapat disangkal, kenikmatan hidup yang paling besar adalah makan dan minum. Mungkin semua orang akan setuju, sesuatu yang menakutkan bila terjadi makanan yang harus kita konsumsi hanya berupa konsentrat zat-zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup, tanpa bentuk, tanpa warna dan tanpa cita rasa sama sekali.

Aditif makanan telah dikembangkan untuk memberi bermacam-macam fungsi, sehingga konsumen dapat memilih makanan yang menarik, enak rasanya, aman bagi tubuh, menyehatkan dan menyenangkan. Definisi mengenai aditif makanan berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya, tetapi yang paling dapat diterima semua pihak adalah sebagai berikut: suatu aditif makanan adalah suatu zat atau campuran zat, selain bahan dasar pengan, yang terdapat dalam makanan sebagai hasil dari aspek-aspek produksi, pengolahan, penyimpanan atau pengepakan. Jadi dalam hal ini yang tergolong sebagai aditif makanan hanyalah zat-zat yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan, dan tidak termasuk zat-zat kontaminan.

Setiap aditif yang digunakan dalam pengolahan makanan mempunyai satu atau lebih kegunaan. Misalnya meningkatkan nilai gizi, menghambat kebusukan, atau memberikan tekstur dan sifat-sifat fisik yang unik. Contoh dan fungsi beberapa macam aditif makanan adalah sebagai berikut:

1. Antioksidan, untuk mencegah rusaknya zat-zat gizi, warna dan cita rasa:

- BHT dan BHA ditambahkan pada keripik kentang untuk mencegah ketengikan.

- Vitamin C ditambahkan ke dalam buah-buahan dalam kaleng untuk meningkatkan nilai gizi dan mencegah pencoklatan.

2. Bahan pengawet untuk mencegah kebusukan:

- Asam sorbat atau kalium sorbat ditambahkan ke dalam keju untuk mencegah pertumbuhan jamur; atau kalsium propionat ditambahkan pada roti untuk tujuan yang sama.

3. Bahan pengalir untuk mencegah penggumpalan dan pengerasan:

- Trikalsium fosfat ditambahkan ke dalam garam dapur sehingga memudahkan keluar dari wadahnya.

4. Bahan pengasam, penambah cita rasa, pewarna dan pemanis untuk meningkatkan estetika makanan:

- Asam sitrat, minyak jeruk dan zat pewarna oranye diformulasikan ke dalam makanan untuk memberikan cita rasa yang enak dan penampakan yang menarik.

Ini adalah hanya sedikit contoh bagaimana aditif makanan dapat berperan membantu dalam proses pengolahan makanan.

Aditif makanan memberi banyak kemungkinan bagi industri pangan untuk memproduksi bermacam-macam makanan dan minuman yang diinginkan oleh konsumen. Kata “makanan fabrikasi” ditujukan bagi makanan yang diformulasi dari bahan-bahan dasar terpilih serta aditif makanan yang sesuai, untuk memperoleh produk akhir dengan sifat-sifat fisiko-kimia atau nilai gizi yang diinginkan. Makanan seperti ini dapat dibuat mirip seperti aslinya, contohnya minuman jeruk untuk simulasi sari jeruk.

Umumnya kontribusi utama aditif makanan adalah memberikan kemudahan, mungkin dalam hal penyimpanan makanan, penyiapan atau waktu mengkonsumsinya. Tetapi, makanan fabrikasi mungkin juga mempunyai sifat-sifat khusus, misalnya rendah kalori untuk orang yang ingin mempertahankan berat badannya, mempunyai kadar vitamin yang tinggi bagi orang yang membutuhkan tambahan vitamin, atau rendah kandungan karbohidratnya bagi penderita diabetes.

Hubungan dengan gizi

Pertanyaan selalu dilontarkan mengenai hubungan antara gizi dan kesehatan dengan penggunaan aditif dalam makanan. Sesungguhnya hal ini sangat penting, tetapi memerlukan pembahasan yang sangat mendalam. Kita ambil saja beberapa contoh sederhana. Meskipun pengolahan menggunakan panas (sterilisasi), pengeringan atau pembekuan sangat membantu dalam mencegah kontaminasi mikroba yang berbahaya, tetapi cara-cara tersebut bukan merupakan jawaban yang definitif.

Residu spora bakteri Clostridium botulinum dapat memproduksi racun yang mematikan dalam makanan kaleng bila keasamannya tidak diturunkan dengan penambahan bahan pengasam (misalnya asam sitrat, asam sorbat), atau bila bahan pengawet (misalnya nitrat dan nitrit atau lebih dikenal dengan sebutan sendawa) tidak digunakan pada daging.

Suhu pemanggangan dalam pembuatan roti tidak cukup untuk membunuh spora bakteri Bacillus subtilis. Pada suhu ruang bakteri ini akan aktif membusukkan roti sehingga akhirnya tidak dapat dimakan lagi. Oleh sebab itu propionat biasa ditambahkan ke dalam roti sebagai bahan pengawet.

Jamur yang tumbuh pada kacang-kacang (kacang tanah) atau serealia dapat memproduksi aflatoxin (racun penyebab kanker hati), bila bahan-bahan tersebut disimpan dalam keadaan kurang kering atau bila tidak digunakan bahan pengawet anti jamur.

Semua bahan pangan mulai kehilangan nilai gizinya setelah dipanen. Proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dapat lebih lanjut menurunkan nilai gizinya. Suplementasi vitamin dan mineral dalam hal ini dapat mengembalikan nilai gizi bahan pangan tersebut.

Pemanis buatan dapat menggantikan gula untuk penderita diabetes dan kegemukan. Kalsium fosfat dan kalsium karbonat yang ditambahkan ke dalam makanan dapat mencegah defisiensi kalsium bagi orang yang tidak biasa minum susu sapi.

Minyak nabati tidak jenuh digunakan dalam makanan bagi orang yang ingin menurunkan kadar kholesterol dalam darahnya. Minyak seperti ini karena derajat ketidak-jenuhannya tinggi, sangat mudah teroksidasi oleh udara. Oleh karena itu antioksidan digunakan untuk mencegah ketengikan.

Bermanfaat

Penggunaan aditif makanan dengan demikian tidak saja dapat memperbaiki penampakan, cita rasa dan mempertahankan mutu, tetapi juga mengawetkan. Bahkan dapt mempertinggi nilai gizi makanan seperti misalnya bila vitamin C, karoten atau vitamin E digunakan sebagai antioksidan.

Pernyataan bahwa aditif makanan dapat digunakan oleh para industriawan untuk menutupi mutu makanan yang jelek menjadi baik, adalah suatu anggapan yang salah. Suatu aditif makanan tidak akan dapat membuat/mengubah mutu makanan yang jelek menjadi baik, tetapi aditif dapat mencegah/menghambat kerusakan sesuatu makanan yang bermutu baik.

Dalam usaha mengikuti perkembangan industri pangan di Indonesia yang semakin meningkat, peranan aditif makanan semakin perlu mendapat perhatian, terutama yang menyangkut penggunaan yang tidak semestinya. Pemilihan bahan yang tepat, sesuai dengan sifat fungsional yang diharapkan, terutama yang tidak mempunyai dampak terhadap kesehatan/keselamatan konsumen, merupakan masalah yang dihadapi para industriawan pangan. Demikian pula perkembangan ilmu dan teknologi pangan, terutama yang menyangkut penemuan-penemuan baru mengenai aditif makanan, merupakan hal yang perlu diperhatikan karena merupakan masukan yang positif bagi pengembangan industri pangan di Indonesia.

No comments: